A.
Pendahuluan
Kehidupan globalisasi dengan nyata
melanda kehidupan kita. Umat Islam harus menghadapinya dengan segala
implikasinya. Pergaulan global mendatangkan sejumlah kemudahan bagi
manusia, tetapi juga mendatangkan sejumlah efek negatif yang dapat
merugikan dan dapat mengancam kehidupan. Oleh karena itu, pendidikan
memberikan sumbangan yang sangat besar untuk menjadi penyeimbang (balancing)
terhadap kemajuan zaman yang terjadi saat ini. Dalam hal ini pendidikan Islam memainkan peranan yang
sangat penting dalam mempersiapkan generasi menghadapi era yang
penuh dengan tantangan. Pendidikan Islam harus mampu
menyelengarakan proses pembekalan pengetahuan, penanaman nilai, pembentukan
sikap dan karakter, pengembangan bakat, kemampuan dan keterampilan, menumbuh
kembangkan potensi akal, jasmani dan rohani yang optimal, seimbang sesuai
dengan tuntutan zaman.
Kenyataanya pendidikan Islam khusunya di
Indonesia telah berjalan dalam lorong krisis yang panjang. Pendidikan
Islam telah kehilangan pijakan filosofisnya yang hakiki, yang kemudian
berdampak pada tidak jelasnya arah dan tujuan yang hendak
dicapai. Pendidikan Islam juga tertatih-tatih dan gagap dalam
menghadapi laju perkembangan zaman dan arus globalisasi. Akibatnya,
output pendidikan Islam, yang mestinya melahirkan generasi imamul
muttaqqin (pemimpin-pemimpin yang bertaqwa) malah melahirkan generasi yang
gagap baik gagap teknologi, gagap pergaulan global, gagap zaman bahkan gagap
moral.
Perlu strategi yang tepat dalam
membangun pendidikan Islam yang sebenarnya. Melihat permasalahan yang ada, maka
dalam tulisan ini kami mencoba untuk membahas masalah konsep
pendidikan Islam dengan sistem full day school dan pendidikan
terpadu. Kedua sistem pendidikan inilah yang akan memberikan solusi dalam
rangka mengembangkan seluruh potensi anak (the whole child) baik secara
kognitif, afektif dan psikomotorik serta mencetak generasi bangsa yang utuh
sesuai dengan kultur budaya dan juga falsafah bangsa (kaffah),‘alim
dan juga handal dalam bidang keilmuan dan teknologi informasi yang sedang
berkembang saat ini.
B.
Sistem
Pendidikan Full Day School dan Terpadu
1.
Sistem
Pendidikan Full Day School
a.
Definisi
Full Day School
Full day school berasal
dari bahasa inggris, full artinya penuh, day artinya hari,
sedangkan school artinya sekolah. Full day school berarti sekolah
sepanjang hari.[1]
Full day school adalah proses sekolah sepanjang hari atau proses belajar
mengajar yang diberlakukan dari pagi sampai sore hari.
Dengan dimulainya jam sekolah dari
pagi sampai sore hari, sekolah lebih leluasa mengatur jam pelajaran yang mana
disesuaikan dengan bobot pelajaran dan ditambah dengan model pendalamannya.
Sedang waktunya digunakan untuk program-program pembelajaran yang bernuansa
informal, tidak kaku, menyenangkan bagi siswa dan membutuhkan kreativitas dan
inovasi dari guru. Dalam penelitian dijelaskan bahwa waktu belajar yang efektif
pada anak itu hanya tiga sampai empat jam sehari (dalam suasana formal) dan
tujuh sampai delapan jam (dalam suasana informal).[2]
Dalam program full day school ini
siswa memperoleh banyak keuntungan secara akademik, tentu saja lamanya waktu
belajar juga merupakan salah satu dari dimensi pengalaman anak. Ada sebuah
riset mengatakan bahwa siswa akan memporelah banyak keuntungan secara akademik
dan sosial dengan adanya full day school.[3]
Cryan dalam risetnya menemukan bahwa dengan adanya full day school menunjukkan
anak-anak akan lebih banyak belajar daripada bermain, hal ini mengakibatkan
produktifitas anak tinggi, selain itu juga lebih dekat dengan guru, siswa juga
menunjukkan sikap yang positif karena seharian siswa berada di lingkungan
sekolah dan dalam pengawasan guru yang ketat.
Latar
belakang munculnya full day school yaitu berangkat dari sebuah kebutuhan
masyarakat yang memiliki tingkat mobilitas yang sangat tinggi. Orang tua
meninggalkan rumah untuk bekerja dari pagi dan kembali ke rumah menjelang malam
hari. Para orang tua bekerja selama 5 hari per minggu dan mereka libur (week
end) pada hari sabtu dan minggu. Sementara anak-anak berangkat sekolah
pukul 06.30 pagi dan pulang pukul 13.00 siang. Mereka sekolah 6 hari dalam
seminggu yaitu senin-sabtu.
Kondisi
yang demikian ini membuat mereka (orang tua dan anak) memiliki waktu yang
sangat sedikit untuk berkumpul. Orang tua sedikit sekali waktunya untuk
memperhatikan anak-anaknya di rumah, kasih sayang atau perhatian yang diterima
anak dari orang tua akan sangat dirasakan kurang, baik itu perhatian secara
biologis atau akademis.
b.
Tujuan
Penerapan Full Day School
Berikut ini, beberapa alasan
mengapa ada beberapa sekolah yang menerapkan sistem full day school :
1)
Meningkatnya
jumlah single parent dan banyaknya aktivitas orang tua (parent carier)
yang kurang memberikan perhatian pada
anaknya terutama yang berhubungan dengan aktivitas anak-anak sepulang dari
sekolah.
2)
Perubahan
sosial budaya yang terjadi di masyarakat, dari masyarakat agraris menuju ke
masyarakat industri. Perubahan tersebut jelas berpengaruh pada pola pikir
masyarakat yang terjadi saat ini.
3)
Kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi begitu cepat, sehingga apabila tidak dicermati,
maka kita yang akan menjadi korbannya terutama dari teknologi komunikasi.
Dengan banyaknya progran televisi serta menjamurnya play stasion membuat
anak-anak lebih enjoy untuk duduk di depan televisi ataupun play
stasion.[4]
c.
Kelebihan
dan Kekurangan Penerapan Full Day School
1)
Kelebihan
Penerapan Full Day School
Dampak
positif dari penerapan full day school antara lain dapat meningkatkan
kemampuan kognitif anak, menangani beragam kebutuhan belajar anak yang berbeda
kemampuan, memberikan efek (pengaruh dan manfaat) yang lebih besar kepada anak
yang kurang mampu serta mengurangi kesenjangan prestasi. Full day school
juga identik dengan pembelajaran yang memiliki jumlah pelajaran agama yang
lebih banyak daripada pelajaran umum. Orangtua berharap anaknya mendapatkan
pengajaran agama dan pembinaan akhlak yang baik. Hal ini wajar karena full
day school biasanya dimiliki dan dikelola oleh yayasan atau lembaga
pendidikan Islam yang bernuansa Islam.[5]
2)
Kelemahan
Penerapan Full Day School
Penerapan
full day school memiliki dampak negatif bagi perkembangan anak, secara
sosial emosional kesempatan dan kemampuan anak untuk berinteraksi dengan
lingkungan rumah dan sekitarnya cenderung berkurang. Anak juga terlalu lelah
karena berkurang waktu istirahatnya. Anak memang diajarkan untuk
bersosialisasi, bergaul dengan teman dan gurunya di sekolah, tetapi sosialisasi
di sekolah berbeda dengan lingkungan rumahnya. Bersosialisasi dan bermain
dengan keluarga dan lingkungan sekitar (dengan teman sebaya, tetangga) juga
penting bagi perkembangan sosial emosional anak.
2.
Sistem
Pendidikan Terpadu
a.
Definisi
Pendidikan Terpadu
Pendidikan terpadu pada hakekatnya
adalah pendidikan yang diartikan sebagai sebuah pendidikan yang menerapkan
pendekatan penyelenggaraan dengan memadukan pendidikan umum dan
pendidikan agama menjadi suatu jalinan kurikulum.[6]
Pendidikan terpadu juga menekankan keterpaduan dalam metode
pembelajaran sehingga dapat mengoptimalkan ranah kognitif, afektif dan
psikomotorik. Pendidikan terpadu juga memadukan pendidikan aqliyah,
ruhiyah dan jasadiyah. Sehingga dalam penyelenggaraannya
memadukan keterlibatan dan partisipasi aktif lingkungan belajar yaitu
sekolah, rumah dan masyarakat.[7]
Latar belakang munculnya pendidikan terpadu yaitu sebagai alternatif solusi dari keresahan sebagian
masyarakat muslim yang menginginkan adanya sebuah institusi atau
lembaga pendidikan Islam yang berkomitmen mengamalkan nilai-nilai Islam dalam sistemnya
dan bertujuan agar siswanya mempunyai kompetensi seimbang
antara ilmu kauniayah dengan ilmu qauliyah
atau antara ilmu
fikriyah, ruhiyah
dan jasadiyah sehingga mampu melahirkan generasi muda muslim yang
berilmu, berwawasan luas dan bermanfat bagi umat. Dengan tujuan menciptakan siswa yang memiliki kecerdasan intelektual (Intelegent Quotient/IQ), kecerdasan emosional (Emotional Quotient/EQ)
dan kecerdasan spritual (Spritual Quotient/SQ)
yang tinggi serta kemampuan beramal yang baik.[8]
b.
Tujuan
Penerapan Pendidikan Terpadu
Tujuan umum
pendidikan terpadu adalah membina peserta didik untuk menjadi insan
muttaqqin (manusia
bertaqwa) yang cerdas,
berakhlak mulia dan memiliki keterampilan yang memberi manfaat
dan maslahat bagi umat manusia, dengan rincian karakter sebagai berikut :
1)
Aqidah yang bersih (salimul aqidah)
Meyakini Allah SWT sebagai pencipta, pemilik, pemelihara dan penguasa alam
semesta dan menjauhkan diri dari segala fikiran, sikap, perilaku bid’ah,
khurafat dan syirik.
2)
Ibadah yang benar (shahihul ibadah)
Terbiasa dan gemar melaksanakan ibadah yang meliputi shalat, shaum, tilawah Al-Qur’an, dzikir dan do’a
sesuai petunjuk Al-Qur’an dan As-Sunnah.
3)
Pribadi yang matang (matinul khuluq)
Menampilkan perilaku yang santun, tertib,
disiplin, peduli terhadap sesama dan lingkungan
serta sabar, ulet dan pemberani dalam menghadapi masalah hidup sehari-hari.
4)
Mandiri (Qadirun ‘alal kasbi)
Mandiri dalam memenuhi segala keperluan hidupnya dan
memiliki bekal yang cukup dalam pengetahuan, kecakapan dan
keterampilan dalam usaha memenuhi kebutuhan nafkahnya.
5)
Cerdas dan berpengetahuan (mutsaqoful fikri)
Memiliki kemampuan berfikir yang kritis, logis,
sistematis dan kreatif yang menjadikan dirinya berwawasan luas dan menguasai bahan ajar dengan
sebaik-baiknya serta cermat dalam mengatasi segala problem yang dihadapi.[9]
c.
Konsep
Pendidikan Terpadu
Membangun suatu
sistem pendidikan yang baik berarti menyelenggarakan kegiatan pendidikan yang
mampu membentuk kepribadian peserta didik.
Kepribadian seseorang itu
ditentukan oleh kualitas dan kuantitas pengalaman
belajarnya. Untuk membangun sekolah yang menggairahkan, maka seluruh
proses kegiatan belajar mengajar harus dibangun dalam enam konsep umum yaitu rabbaniyah, integratif, stimulatif, fasilitatif, inovatif dan motivatif.
1)
Rabbaniyah
Dalam
prakteknya, kegiatan belajar mengajar di sebuah lembaga
pendidikan terpadu hendaklah
mengacu pada nilai-nilai Rabbani. Aktivitas rabbaniyah hendaknya berlangsung
terus menerus selama proses pembelajaran. Bentuk aktivitas Rabbaniyah meliputi aplikasi dzikir, fikir,
tadabur, dan aplikasi amal. Sebagai contoh ketika menjelaskan
fenomena alam seperti hujan, banjir, gempa bumi, energi dan
sebagainya dikaitkan dengan keagungan, kebesaran Allah dan
isyarat-isyarat dalam Al-qur’an dan As-Sunnah.
2)
Integratif
Konsep umum
pembelajaran yang kedua ialah integratif. Konsep integratif dapat berarti
bahwa dalam proses pembelajaran memadukan secara utuh ranah
kognitif, afektif, dan psikomotorik. Konsekuensinya, kegiatan belajar harus menstimulasi
ketiga ranah tersebut dengan menggunkan berbagai pendekatan, metode dan
sarana belajar. Belajar tidak hanya berlaku pada pembahasan
konsep-konsep dan teori belaka. Sehingga setiap pokok bahasannya
harus bisa membimbing
mereka untuk masuk pada aplikasinya.
3)
Stimulatif
Kegiatan belajar yang efektif haruslah mampu
memberikan stimulasi yang optimal kepada peserta didik. Memberi stimulasi
yang optimal sebaiknya menyesuaikan diri dengan bagaimana
sifatnya
dalam hal ini psikologi kognitif dapat memberikan sumbangan yang
berarti dalam upaya mengoptimalkan kemampuan dan
daya serap anak dalam kontek belajar.
4)
Fasilitatif
Kegiatan belajar
mengajar harus mampu meyediakan seluas-luasnya sumber dan media
belajar. Belajar tidak hanya terpaku pada ruang kelas dan sumber belajar
tradisional. Sumber dan media belajar harus diperluas tidak hanya di lingkungan sekolah namun juga di lingkungan alam sekitarnya,
masyarakat, instansi/lembaga, keluarga, masjid, pasar, tokoh dan lain sebagainya. Berbagai
kegiatan informal juga dijadikan media bagi proses belajar mereka,
seperti
dalam hal
berpakaian, aktivitas makan dan jajan, aktivitas ibadah, aktivitas
kebersihan, aktivitas sosial.
5)
Inovatif
Dalam sebuah
inovasi pembelajaran, sebuah inovasi hendaklah mengarahkan desain
pembelajaran untuk selalu bervariatif dan dinamis. Dalam membuat inovasi
pembelajaran guru dituntut untuk menemukan dan menuangkan ide-ide baru
tentang model pembelajaran yang dibingkai dengan nilai-nilai Islam. Sejalan dengan hal tersebut berbagai kegiatan
belajar mengajar perlu didesain untuk menciptakan konsentrasi
dan ketertarikan belajar siswa. Proses inovasi pembelajaran,
misalnya dimulai dari
beragam langkah pembelajaran baik media, sumber atau evaluasi belajar.
6)
Motivatif
Kegiatan belajar
mengajar harus mampu membangkitkan motivasi berprestasi pada peserta
didik. Dengan
tumbuhnya need achievement
pada setiap siswa, maka dia akan selalu menjadikan seluruh aktivitasnya
untuk meraih prestasi. Sehingga untuk dapat membangkitkan kebutuhan siswa
agar berprestasi,
maka setiap pengalaman belajar anak haruslah dirasakan sebagai suatu
pengalaman yang menyenangkan sekaligus menantang.
C.
Pengembangan
Pendidikan Islam
Sistem pendidikan full day school
dan terpadu akan berhasil jika dalam suatu lembaga menerapkan konsep integrasi
dan interkoneksi keilmuan, sebagaimana menurut Murtadha Mutahari seorang
ulama, filosof dan ilmuan Islam dalam tulisannya Konsep Pendidikan dalam Islam menjelaskan bahwa iman dan sains
merupakan karakteristik insani, di mana manusia mempunyai kecenderungan untuk
menuju kearah keduanya. Tetapi di lain pihak manusia selalu ingin dan
memahami semesta alam, serta memiliki kemampuan untuk memandang masa lalu,
sekarang dan masa mendatang (yang merupakan ciri khas sains).
Pemisahan dan pengotakan antara agama
dan sains jelas akan menimbulkan kepincangan dalam proses pendidikan, agama
jika tanpa dukungan sains akan menjadi tidak mengakar pada realitas dan
penalaran, sedangkan sains yang tidak dilandasi oleh asas agama dan
akhlak atau etika yang baik akan berkembang menjadi liar dan menimbulkan
dampak yang merusak. Karenanya konsep pendidikan full day school
dan terpadu inilah yang menawarkan suatu sistem pendidikan yang holistic
dan memposisikan agama dan sains sebagai suatu hal yang seharusnya saling
menguatkan satu sama lain.
Muhammad
Natsir juga merumuskan bahwa pendidikan itu mencakup: universal, integral dan harmonis. Pendidikan integralistik tersebut berdasarkan
tauhid dan bertujuan untuk menjadikan manusia yang mengabdikan diri
kepada Allah dalam arti yang seluas-luasnya dengan misi mencari kebahagiaan
dunia dan akhirat. Muhammad Natsir memandang Islam bukan hanya
dalam pengertian yang sempit melainkan ajaran tentang tata hubungan manusia
dengan Tuhan (hablumminallah), pandangan hidup dan sekaligus jalan hidup
(way of life).
Penerapan fullday school dan
pendidikan terpadu harus memperhatikan jenjang dan jenis pendidikan, selain
kesiapan fasilitas, kesiapan seluruh komponen di sekolah, kesiapan
program-program pendidikan. Seperti
kita ketahui bahwa di Indonesia jenjang pendidikan formal dibagi menjadi :
1.
PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini)/ Play Group, diperuntukkan bagi anak-anak usia dini
yaitu 3-4 tahun.
2.
TK (Taman Kanak-Kanak), diperuntukkan bagi anak usia 4-6
tahun.
3.
SD (Sekolah Dasar), diperuntukkan bagi anak usia 7-12
tahun.
4.
SLTP (Sekolah Menengah Pertama), bagi anak usia 13-15
tahun.
5.
SLTA (Menengah Atas), bagi anak usia 15-18 tahun.
Dilihat dari pengelolaannya maka ada sekolah yang dikelola oleh Depdiknas
dan sekolah yang dikelola oleh Kementrian Agama, seperti Salafiah, Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah.
Sekolah-sekolah ini jelas memiliki ciri khas yang beda dengan sekolah
umum/Diknas, antara lain pada prosentase muatan pendidikan agama serta kultur
di sekolah.
Selain itu, jika dilihat dari jenis sekolah maka dikenal ada sekolah
umum dan ada sekolah kejuruan (vocational), seperti MAK (Madrasah Aliyah
Kejuruan) dan SMK (Sekolah Menengah Kejuruan), yang masing-masing juga memiliki
ciri khas, misi, tuntutan dan iklim yang berbeda satu sama lain.
Jika melihat pada
tingkatan life skill, maka pada setiap jenjang dan jenis sekolah tentu berbeda
orientasinya. Pada jenjang pendidikan usia dini sampai Taman Kanak-kanak
bertujuan membentuk pribadi anak untuk mengenal dirinya (who am I) yang
selanjutnya disebut Personal Skill, kemudian pada tingkatan Sekolah
Dasar dan Menengah Pertama bertujuan untuk membentuk pribadi yang mampu
mengenal potensi diri dan lingkungannya (Social Skill).
Sedangkan pada tingkat Sekolah
Menengah Atas (SMA) adalah membentuk pribadi yang mamiliki kecerdasan
intelektual, pengetahuan dan lain sebagainya (Academic Skill), serta
untuk Sekolah Kejuruan (SMK) tuntutannya adalah pada Keterampilan Kejuruan (Vocational
Skill).
Atas dasar
perbedaan jenjang dan jenis pendidikan di atas, maka sudah seharusnya penerapan konsep fullday
school dan pendidikan terpadu memperhatikan perbedaan-perbedaan tersebut. Anak-anak
usia SD dan SMP adalah usia-usia di mana porsi bermain tentu lebih banyak dari pada belajar.
Maka bermain dan belajar akan sangat cocok bagi mereka. Konsep fullday school dan
pendidikan terpadu jangan sampai
merampas masa-masa bermain mereka, masa-masa di
mana mereka harus belajar berinteraksi dengan sesama,
berinteraksi dengan orang tua, berinteraksi dengan sanak saudara, serta
berinteraksi dengan lingkungan di sekitar tampat tinggalnya.
Penerapan konsep fullday
school dan pendidikan terpadu tentunya berbeda lagi untuk jenjang Sekolah Menengah Atas
(SMA) dan tentu akan sangat beda lagi untuk yang berjenis Sekolah Kejuruan
(SMK). Siswa SMA dituntut untuk memiliki Academic Skill, maka fullday
school dan pendidikan terpadu harus banyak digunakan untuk mengekplorasi atau
membuktikan teori-teori yang telah mereka pelajari, sehingga mereka akan
memiliki tingkat pengetahuan akademik yang tinggi dan siap untuk memasuki
jenjang pendidikan tinggi.
Pada Sekolah Kejuruan (SMK/MAK) akan sangat bagus jika fullday school
dan
pendidikan terpadu dimanfaatkan
untuk mengaplikasikan keterampilan-keterampilan yang telah dipelajarinya dalam
kegiatan-kegiaran produktif yang nyata, atau belajar bekerja (magang) ataupun
bekerja pada institusi-institusi/industri-industri sesuai Program Keahliannya,
atau berwirausaha sesuai dengan tingkat keterampilannya, sehingga mereka nanti
siap memasuki dunia kerja atau berwirausaha.
Hal
ini tentunya harus disesuaikan dengan
arah dan kebijakan pengembangan kurikulum SMK, mulai dari Competency Base
Teaching pembelajaran dengan memperhatikan kemampuan
atau kompetensi masing-masing anak
didik, Link and Match pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dunia
industri, Multi Entry Multi Exit peserta diklat dapat belajar sambil
bekerja atau mengambil program pada jenis dan jenjang yang berbeda secara
terpadu dan berkelanjutan melalui pembelajaran tatap muka atau jarak jauh (Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003).
D.
Kesimpulan
Besar dan
kecilnya manfaat dalam penyelenggaraan full day school dan terpadu juga
ditentukan oleh perencanaan program yang tepat dan terarah yang antara lain
dilakukan dengan pengembangan kurikulum yang sesuai dengan alokasi waktu, dana,
kebutuhan, dan perkembangan anak dan peningkatan kompetensi guru yang
berimplikasi pada perbaikan pengelolaan kegiatan belajar mengajar. Pelaksanaan full
day school dan terpadu membutuhkan pemikiran-pemikiran analitis dalam
penyusunan rencana strategik yang membutuhkan kemampuan prediktif berdasarkan
data dan fakta, sehingga kebutuhan-kebutuhan pelaksanaannya dapat terpenuhi
pada saat ini dan masa yang akan datang.
Kunci
keberhasilan sekolah yang menerapkan full day school dan terpadu ini
sebenarnya terletak pada kemampuan sumber daya manusia dalam mengejawantahkan
konsep-konsep ideal yang tertuang dalam kurikulum. Dengan kata lain,
reliabilitas personal dan profesional para guru dan pengelola sekolah menjadi
faktor dominan bagi tercapainya tujuan sekolah serta memberi kontribusi
terbesar bagi peningkatan akses masyarakat. Sehingga keberhasilan dalam
pengembangan program full day school dan terpadu akan membantu
orangtua mengoptimalkan perkembangan anak.
DAFTAR RUJUKAN
Syukur, Basuki,
Fullday School Harus Proporsional Sesuai Jenis Dan Jenjang Sekolah. http://wwww.SMKN1lmj.
Sch.id,
diakses
pada tanggal 19 September 2012.
Depdiknas,
Model Pembelajaran
Terpadu. Artikel. Direktorat Tenaga Kependidikan, Ditjen
Dikdasmen, Depdiknas, 2004.
http://sobarnasblog.blogspot.com/2009/04/model-pembelajaran-terpadu-di-sekolah.html,
diakses pada tanggal 19 September 2012.
Muhaimin,
Paradigma Pendidikan Islam. Bandung:
PT Remaja Rosda Karya, 2004.
Salim,
Peter, Advanced English-Indonesia
Dictonary. Jakarta: Modern English Press, 1988.
Saud,
Udin, Pembelajaran Terpadu di Sekolah
Dasar: Konsep Dasar dan Model-Model
Implementasinya. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1996.
Ticho, Perbedaan Sistem Pendidikan Full day School VS Sekolah
Tradisional”.http://ticho.multiply.com/journal/item/17/Perbedaan-Full-Day-VS-Sekolah-Tradisional,
melalui Google.co.id. diakses pada tanggal 19 September 2012.
Tritonegoro,
Surtanti, Anak Super Normal dan
Pendidikannya. Jakarta: Bina Aksara, 1989.
Wiryawan,
Sri Anitah, Pembelajaran Terpadu Hilang
Gaungnya. Pikiran Rakyat, 11 April 2003.
[1] Peter Salim, Advanced English-Indonesia Dictonary (Jakarta: Modern English Press, 1988),
340.
(http://wwww.SMKN1lmj.
Sch.id), diakses
pada tanggal 19 September 2012.
[3] Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam (Bandung: PT Remaja
Rosda Karya, 2004), 168.
[4] Surtanti Tritonegoro, Anak Super Normal dan Pendidikannya (Jakarta:
Bina Aksara, 1989), 23.
[5]Ticho, Perbedaan
Sistem Pendidikan Full day School VS Sekolah Tradisional (http://ticho.multiply.com/journal/item/17/Perbedaan-Full-Day-VS-Sekolah-Tradisional),
di akses melalui Google.co.id. pada tanggal 19 September
2012.
[6] Depdiknas, Model Pembelajaran Terpadu, Artikel (Direktorat
Tenaga Kependidikan, Ditjen Dikdasmen, Depdiknas, 2004).
[7] Udin Saud, Pembelajaran Terpadu di Sekolah Dasar: Konsep
Dasar dan Model-Model Implementasinya (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1996),
58.
[8] Sri Anitah Wiryawan, Pembelajaran Terpadu Hilang Gaungnya (Pikiran
Rakyat, 11 April 2003).
[9] http://sobarnasblog.blogspot.com/2009/04/model-pembelajaran-terpadu-di-sekolah.html,
diakses pada tanggal 19 September 2012.
Online Casino Software | Free Baccarat & Slots | Play Free Online
ReplyDeletePlay 바카라 사이트 casino games online and win real money with our 메리트 카지노 casino games. Play for free or sign up for a real money 샌즈카지노 account and win real money!